Perbedaan qunut subuh , sunah atau tidak sunah

Masalah qunut shubuh selalu menjadi perbedaan pendapat di kalangan umat Islam. Sebagian dari umat Islam tekun menjalankan doa qunut di waktu shubuh, dengan keyakinan hukumnya sunnah. Namun sebagian lainnya meyakini hukumnya bid'ah dan tidak menjalankannya.

Sebenarnya, qunut dalam shalat subuh adalah masalah yang diperselisihkan hukumnya oleh para fuqaha, apakah qunut dalam shalat subuh itu disyari'atkan atau tidak.

Perselisihan ini disebabkan oleh adanya beberapa hadits yang saling kontradiksi, ada hadits yang mengatakan bahwa qunut subuh sudah dihapus dan Rasulullah SAW tidak lagi melakukannya, seperti hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya:

ﻋﻦ ﺃﻧﺲ : ﺃﻥ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﻨﺖ ﺷﻬﺮﺍ ﻳﺪﻋﻮ ﻋﻠﻰ ﺃﺣﻴﺎﺀ ﻣﻦ ﺃﺣﻴﺎﺀ ﺍﻟﻌﺮﺏ، ﺛﻢ ﺗﺮﻛﻪ

“Dari Anas radiallahu ‘anhu bahwasanya rasulullah melakukan qunut selama satu bulan mendoakan celaka bagi perkampungan dari perkampungan-perkampungan arab, kemudian beliau meninggalkannya”. HR: Muslim
Ada juga hadits yang mengatakan bahwa qunut subuh tidak ditinggalkan dan Rasulullah masih melakukannya sampai beliau wafat, seperti hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya:

ﻋﻦ ﺃﻧﺲ ﺑﻦ ﻣﺎﻟﻚ ﻗﺎﻝ : ﻣﺎ ﺯﺍﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻳﻘﻨﺖ ﻓﻲ ﺍﻟﻔﺠﺮ ﺣﺘﻰ ﻓﺎﺭﻕ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ

“Dari Anasa bin Malik beliau berkata: Rasulullah masih melakukan qunut pada shalat subuh sampai beliau wafat” .HR: Ahmad
Dikarenakan dua hadits yang dzahirnya saling kontradiksi diatas dan hadits-hadits lain yang serupa, para ulam berbeda pendapat dalam qunut shalat subuh, berikut pendapat para ulama dalam hal ini:

1. Madzhab Hanafi

Menurut ulama hanafiyah qunut pada shalat subuh sudah dinasakh dan tidak lagi masyru’, bahkan beberapa ulama dari madzhab ini mengatakan qunut subuh bid’ah.
Badruddin Al ‘Aini ( w 855 H) dari madzhab hanafi dalam kitab al binayah syarah al hidayah mengatakan:

ﻗﺪ ﺫﻛﺮﻧﺎ ﺍﻟﻨﺴﺦ ﻭﻭﺟﻬﻪ ﻭﻛﻞ ﻣﻦ ﺭﻭﻯ ﺍﻟﻘﻨﻮﺕ، ﻭﺭﻭﻯ ﺗﺮﻛﻪ ﺛﺒﺖ ﻋﻨﺪﻩ ﻧﺴﺨﻪ؛ ﻷﻥ ﻓﻌﻠﻪ ﻟﻠﻤﺘﺄﺧﺮ ﻳﻨﺴﺦ ﺍﻟﻤﺘﻘﺪﻡ

Sudah kami sebutkan sisi dinasakhnya qunut, dan semua rawi yang meriwayatkan qunut dan meriwayatkan tidak qunut sudah menetepkan bahwa qunut sudah dinasakh, karena perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang terakhir menasakh yang terdahulu. [1]
Syaikh Zadah (w 1078 H) dari madzhab hanafi di dalam kitab Majma’ Al Anhur Syarah Multaqa Al Abhur menyebutkan bahwa qunut dalam madzhab mereka (hanafi) tidak disyari’atkan pada selain witir, bahkan beliau menyebutkan pendapat Imam Madzhab, yaitu Abu Hanifah yang mengatakan bahwa qunut subuh itu bid’ah:

ﻭﻻ ﻳﻘﻨﺖ ﻓﻲ ﺻﻼﺓ ﻏﻴﺮﻫﺎ ﺃﻱ ﻏﻴﺮ ﺻﻼﺓ ﺍﻟﻮﺗﺮ ﻋﻨﺪﻧﺎ ﻗﺎﻝ ﺍﻹﻣﺎﻡ : ﺍﻟﻘﻨﻮﺕ ﻓﻲ ﺍﻟﻔﺠﺮ ﺑﺪﻋﺔ ﺧﻼﻓﺎ ﻟﻠﺸﺎﻓﻌﻲ ﻓﺈﻥ ﺍﻟﻘﻨﻮﺕ ﻓﻲ ﺻﻼﺓ ﺍﻟﻔﺠﺮ ﻓﻲ ﺍﻟﺮﻛﻌﺔ ﺍﻟﺜﺎﻧﻴﺔ ﺑﻌﺪ ﺍﻟﺮﻛﻮﻉ ﻣﺴﻨﻮﻥ ﻋﻨﺪﻩ

Dan tidak disyariatkan qunut pada selain witir dalam madzhab kami,  Imam Abu Hanifah berkata: “qunut pada shalat subuh bid’ah”, berbeda dengan Syafii yang yang berpendapat bahwa qunut subuh disunnahkan setelah ruku’ pada raka’at kedua. [2]

2. Madzhab Maliki

Para ulama malikiyah berpendapat bahwa qunut dalam shalat subah masih disyariatkan dan hukumnya adalah sunnah, qunut dalam madzhab ini bisa dilakukan sebelum ruku’ pada raka’at kedua shalat subuh atau sesudah ruku’.
Ibnu Abdi Al-Barr (w 463 H) dari madzhab maliki di dalam kitabnya Al Kafi Fi Fiqhi Ahli Al Madinah mengatakan:

ﻭﻳﻘﻨﺖ ﻓﻲ ﺻﻼﺓ ﺍﻟﺼﺒﺢ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﻭﺍﻟﻤﺄﻣﻮﻡ ﻭﺍﻟﻤﻨﻔﺮﺩ ﺇﻥ ﺷﺎﺀ ﻗﺒﻞ ﺍﻟﺮﻛﻮﻉ ﻭﺇﻥ ﺷﺎﺀ ﺑﻌﺪﻩ ﻛﻞ ﺫﻟﻚ ﻭﺍﺳﻊ ﻭﺍﻷﺷﻬﺮ ﻋﻦ ﻣﺎﻟﻚ ﺍﻟﻘﻨﻮﺕ ﻗﺒﻞ ﺍﻟﺮﻛﻮﻉ

Dan dianjurkan bagi imam, makmum atau orang yang shalat sendirian untuk melakukan qunut dalam shalat subuh, jika ia mau, sebelum ruku’ atau setelah ruku’, semua itu ada keluasan, dan pendapat yang masyhur dari Imam Malik adalah sebelum ruku’. [3]

Imam Al Qarafi Al Maliki (w 684) mengatakan dalam kitabnya Adz Dzakhirah bahwa qunut subuh dalam madzhab maliki masyru’:

ﻗﻨﻮﺕ ﺍﻟﺼﺒﺢ ﻭﻫﻮ ﻋﻨﺪﻧﺎ ﻭﻋﻨﺪ ﺵ ﻣﺸﺮﻭﻉ ﺧﻼﻓﺎ ﻻﺑﻦ ﺣﻨﺒﻞ ﻭﻓﻲ ﺍﻟﺼﺒﺢ ﻋﻨﺪﻧﺎ ﻭﻋﻨﺪ ﺵ ﺧﻼﻓﺎ ﺡ ﻓﻲ ﺗﺨﺼﻴﺼﻪ ﺇﻳﺎﻩ ﺑﺎﻟﻮﺗﺮ

Qunut subuh menurut kami dan menurut Syafii disyariatkan berbeda dengan Ibnu Hanbal, dan pada shalat subuh berbeda dengan Abu Hanifah yang mengkhususkan qunut pada shalat witir. [4]

4. Madzhab Syafii

Qunut pada shalat subuh menurut madzhab ini hukumnya mustahab/sunnah, qunut menurut ulama syafiiyah dilakukan setelah ruku’ pada raka’at kedu shalat subuh, dan jika seseorang lupa melakukan qunut dan langsung sujud maka dianjurkan untuk sujud sahwi.
Imam An Nawawi (w 676 H) seorang muhaqqiq dan mujtahid tarjih dalam madzhab syafii di dalam kitabnya Al Majmu’ menyebutkan:

ﺍﻟﻘﻨﻮﺕ ﻓﻲ ﺍﻟﺼﺒﺢ ﺑﻌﺪ ﺭﻓﻊ ﺍﻟﺮﺃﺱ ﻣﻦ ﺭﻛﻮﻉ ﺍﻟﺮﻛﻌﺔ ﺍﻟﺜﺎﻧﻴﺔ ﺳﻨﺔ ﻋﻨﺪﻧﺎ ﺑﻼ ﺧﻼﻑ ﻭﺃﻣﺎ ﻣﺎ ﻧﻘﻞ ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﻋﻠﻲ ﺑﻦ ﺃﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮﺓ ﺭﺿﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﺃﻧﻪ ﻻ ﻳﻘﻨﺖ ﻓﻲ ﺍﻟﺼﺒﺢ ﻷﻧﻪ ﺻﺎﺭ ﺷﻌﺎﺭ ﻃﺎﺋﻔﺔ ﻣﺒﺘﺪﻋﺔ ﻓﻬﻮ ﻏﻠﻂ ﻻ ﻳﻌﺪ ﻣﻦ ﻣﺬﻫﺒﻨﺎ

Qunut pada shalat subuh setelah mengangkat kepala dari ruku’ pada raka’at kedua sunnah dalam madzhab kami tanpa ada perbedaan, adapun yang dinukil dari Abu Ali bin Abu Hurairah radiallahu ‘anu bahwa tidak qunut pada shalat subuh, karena hal itu sudah menjadi syi’ar kelompok ahli bid’ah maka itu salah dan tidak termasuk madzhab kami. [5]

Syaikh Al Islam Zakariya Al Anshari (w 926 H) dari madzhab syafii juga menyebutkan pendapat serupa yang disebutkan An Nawawi, yaitu qunut pada shalat subuh dalam madzhab syafii sunnah:

ﻓﺼﻞ ﺍﻟﻘﻨﻮﺕ ﻣﺴﺘﺤﺐ ﺑﻌﺪ ﺍﻟﺘﺤﻤﻴﺪ ﻓﻲ ﺍﻋﺘﺪﺍﻝ ﺛﺎﻧﻴﺔ ﺍﻟﺼﺒﺢ

Fasahal, Qunut hukumnya mustahab setelah tahmid pada i’tidal raka’at kedua shalat subuh . [6]

4. Madzhab Hanbali

menurut ulama hanabilah qunut pada shalat subuh tidak disunnahkan, begitu juga pada shalat fardhu yang lain, dan qunut hanya dianjurkan pada shalat witir.
Al Muwaffaq Ibnu Qudamah (w 620 H) dari madzhab hanbali didalam kitabnya al mughni menyebutkan:

ﻭﻻ ﻳﺴﻦ ﺍﻟﻘﻨﻮﺕ ﻓﻲ ﺍﻟﺼﺒﺢ، ﻭﻻ ﻏﻴﺮﻫﺎ ﻣﻦ ﺍﻟﺼﻠﻮﺍﺕ، ﺳﻮﻯ ﺍﻟﻮﺗﺮ

Dan tidak disunnahkan qunut pada sholat subuh, dan tidak juga pada shalat fardhu yang lainnya, kecuali shalat witir . [7]

Imam Al-Mardawi (w 885 H) dari madzhab yang sama menyebutkan hal serupa, yaitu qunut hanya dianjurkan pada shalat witir dan tidak pada shalat yang lain:

ﻭﻻ ﻳﻘﻨﺖ ﻓﻲ ﻏﻴﺮ ﺍﻟﻮﺗﺮ، ﺍﻟﺼﺤﻴﺢ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺬﻫﺐ : ﺃﻧﻪ ﻳﻜﺮﻩ ﺍﻟﻘﻨﻮﺕ ﻓﻲ ﺍﻟﻔﺠﺮ ﻛﻐﻴﺮﻫﺎ، ﻭﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺠﻤﻬﻮﺭ

Dan tidak dianjurkan qunut pada selain shalat witir, pendapat yang shahih dalam madzhab (hanbali) yaitu dimakruhkan qunut pada shalat subuh seperti makruhnya qunut pada shalat-shalat yang selain subuh, dan ini adalah pendapat mayoritas ulama . [8]

Namun jika seseorang yang tidak meyakini kesunnahan qunut subuh menjadi makmum orang yang melakukan qunut maka dia dianjurkan untuk mengaminkan sebagaimana disebutkan oleh Al Mardawi di dalam kitabnya Al Inshaf Fi Ma’rifati Ar Rajihi Min Al Khilaf:

ﻟﻮ ﺍﺋﺘﻢ ﺑﻤﻦ ﻳﻘﻨﺖ ﻓﻲ ﺍﻟﻔﺠﺮ ﺗﺎﺑﻌﻪ، ﻓﺄﻣﻦ ﺃﻭ ﺩﻋﺎ

Jika ia bermakmum dengan orang yang melakukan qunut pada shalat subuh ia harus mengikutinya dengan mengaminkan atau berdo’a . [9]

5. Madzhab Dzahiri

Dalam madzhab ini qunut tidak hanya dianjurkan pada shalat subuh saja, tetapi juga dianjurkan pada semua shalat fardhu, begitu juga shalat witir, dan letaknya setelah ruku’.
Ibnu Hazm (w 456 H) dari madzhab dzahiri dalam kitabnya Al Muhalla Bi Al Atsar mengatakan:

ﻭﺍﻟﻘﻨﻮﺕ ﻓﻌﻞ ﺣﺴﻦ، ﺑﻌﺪ ﺍﻟﺮﻓﻊ ﻣﻦ ﺍﻟﺮﻛﻮﻉ ﻓﻲ ﺁﺧﺮ ﺭﻛﻌﺔ ﻣﻦ ﻛﻞ ﺻﻼﺓ ﻓﺮﺽ - ﺍﻟﺼﺒﺢ ﻭﻏﻴﺮ ﺍﻟﺼﺒﺢ، ﻭﻓﻲ ﺍﻟﻮﺗﺮ، ﻓﻤﻦ ﺗﺮﻛﻪ ﻓﻼ ﺷﻲﺀ ﻋﻠﻴﻪ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ

Dan qunut adalah perbuatan yang baik, setelah bangkit dari ruku’ pada setiap raka’at terakhir shalat fardhu, baik subuh atau selainnya dan juga pada shalat witir, siapa yang meninggalkannya maka tidak apa-apa. [10]

Demikianlah pendapat para ulama mengenai hukum qunut dalam shalat subuh, dan mereka tidak satu pendapat dalam hal ini, ada yang mengatakan sunnah dan ada yang mengatakan tidak, bahkan ada yang mengatakan bahwa qunut subuh adalah bid’ah, dan setiap ulama mempunyai dalil masing-masing yang medukung pendapatnya.

Jika demikian, maka tidak sepantasnya kita saling menyalahkan, biarlah orang yang tidak sependapat dengan kita melakukan ibadahnya sesuai pendapat yang ia yakini kebenarannya, dan kita pun melakukan ibadah kita sesuai pendapat yang kita yakini kebenarannya.

Allahu ‘alam

[1] Badruddin Al ‘Aini, Al Binayah Syarah Al Hidayah jilid 2 Hal. 498
[2] Syaikh Zadah, Majma’ Al Anhur Syarah Multaqa Al Abhur jilid 1 Hal. 129
[3] Ibnu Abd Al Barr, Al Kafi Fi Fiqhi Ahli Al Madinah jilid 1 Hal. 207
[4] Al Qarafi, Ad Dzakhirah jilid 2 Hal. 230
[5] An Nawawi, Al Majmu’ jilid 3 Hal. 494
[6] Syaikh Al Islam Zakariya Al Anshari,
Asna Al Mathalib jilid 1 Hal. 158
[7] Ibnu Qudamah, Al Mughni jilid 2 Hal. 114
[8] Al Mardawi, Al Inshaf Fi Ma’rifati Ar Rajihi Min Al Khilaf jilid 2 Hal. 174
[9] Al Mardawi, Al Inshaf Fi Ma’rifati Ar Rajihi Min Al Khilaf jilid 2 Hal 174
[10] Ibnu Hazm, Al Muhalla Bi Al Atsar jilid 3 Hal 54

Comments

Popular posts from this blog

KAJIAN SAFINAH ANNAJAH (1) : ARTI HURUF BA (BI) BASMALAH Oleh Masaji Antoro

PENGERTIAN /TA'RIF IMAN

Perbedaan Haji Dan Umroh